Rabu, 11 April 2012

Evaluasi Pengadaan Bahan Pustaka


PENDAHULUAN
Makalah ini berjudul tentang evaluasi pengadaan bahan koleksi perpustakaan yang sebagaimana kita ketahui setelah sistem penngadaan itu selesai maka kita haruslah mengevaluasi kegiatan yang telah kita lakukan dalam perpustakaan, dalam evaluasi itu kita harus mengetaui apa itu evaluasi dan tujuan apa yang dapat kita petik mengevaluasi kegiatan pengadaan tersebut.
Dalam evaluasi itu kita haruslah mempunyai metode yang harus kita perhatikan karena dengan metode langakah-langkah dalam mengevaluasi dengan mudah kita lakukan kekurangan apa saja dalam sebuah perpustakaan yang kita jalani tersebut



PEMBAHASAN
A.    Evaluasi Pengadaan Bahan Pustaka
pengevaluasin untuk menemukan jawaban dan solusi atas kendala-kendala yang menyelimuti kinerja bagian pengadaan. Dengan harapan mampu menemukan jawaban yang menjadi titik tolak dalam kemajuan sebauh perpustakaan. Perpustakaan merupakan lembaga yang berfungsi pokok sebagai sumber informasi (source of information), khususnya informasi ilmiah yang dibutuhkan oleh mahasiswa, dosen, peneliti, dan sebagainya. Dalam perpustakaan secara garis besar ada 2 layanan yaitu : layanan umum/pembaca dan layanan teknis. Layanan umum/ pembaca dimaksudkan untuk memberikan jasa layanan kepada pembaca yaitu anggota perpustakaan. Sedangkan layanan teknis adalah pekerjaan perpustakaa dalam mempersiapkan buku agar nantinya dapat digunakan untuk menyelenggarakan layanan pembaca. Fungsi layanan perpustakaan tidak boleh menyimpang dari tujuan perpustakaan itu sendiri. Dan tujuan dari perpustakaan itu sendiri yaitu memberikan pelayanan kepada pembaca ialah agar bahan pustaka yang telah dikumpulkan dan diolah sebaik-baiknya itu dapat sampai ke tangan pembaca. Layanan teknis sendiri ada 3 hal yaitu : pengadaan , pengolahan dan pemeliharaan bahan pustaka. Keterbatasan dana, keragaman pemakai,berkembangnya jumlah buku dan majalah yang diterbitkan
B.     Tujuan Evaluasi
Perpustakaan melakukan evaluasi bertujan untuk :
a.       Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan pada data koleksi yang sudah ada.
b.      Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi berikutnya.
c.        Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan koleksi.

C.    Metode Evaluasi Koleksi
Berbagai metode evaluasi koleksi telah dibahas dalam berbagai tulisan, untuk memilihnya tergantung pada tujuan dan kedalaman dari proses evaluasi. George Bonn memberikan lima pendekatan umum terhadap evaluasi, yaitu:
1.      Pengumpulan data statistik semua koleksi yang dimiliki
2.       Pengecekan pada daftar standar seperti katalog dan bibliografi
3.      Pengumpulan pendapat dari pengguna yang biasa datang ke perpustakaan
4.      Pemeriksaan koleksi langsung
5.      Penerapan standar, pembuatan daftar kemampuan perpustakaan dalam penyampaian dokumen,  dan pencatatan manfaat relatif dari kelompok khusus.
Pedoman untuk mengevaluasi koleksi perpustakaan yang dikeluarkan oleh American Library Association (ALA's Guide to the Evaluation of Library Collections) membagi metode kedalam ukuran-ukuran terpusat pada koleksi dan ukuran-ukuran terpusat pada penggunaan. Dalam setiap kategori ada sejumlah metode evaluasi khusus. Pedoman itu meringkas sebagian besar teknik-teknik yang digunakan sekarang ini untuk mengevaluasi koleksi. Metode tersebut difokuskan untuk sumber daya tercetak, tetapi ada unsur-unsur yang dapat digunakan dalam evaluasi sumber daya elektronik. Adapun metode itu adalah:
·         Metode Terpusat pada Koleksi
Pencocokan pada Daftar (List Checking)
Metode dengan menggunakan daftar pencocokan (checklist) merupakan cara lama yang telah digunakan oleh para pelaku evaluasi.
Ada beberapa kelemahan dalam teknik pencocokan pada daftar untuk evaluasi koleksi, yaitu:
a.       Pemilihan judul untuk penggunaan yang khusus.
b.      Hampir semua daftar selektif dan bisa saja mengabaikan banyak judul-judul publikasi yang bermutu.
c.       Banyak judul yang tidak sesuai untuk sebuah komunitas perpustakaan yang khusus.
d.      Daftar-daftar itu mungkin saja sudah kadaluarsa.
e.       Sebuah perpustakaan mempunyai banyak judul yang tidak tercantum pada daftar pencocokan.
f.       Pelayanan pinjaman antar perpustakaan tidak membawa bobot dalam evaluasi.
g.      Daftar pencocokan (checklist) tidak memasukkan materi yang khusus yang sangat penting bagi sebuah perpustakaan tertentu.



Ketika bertindak sebagai konsultan pada kegiatan evaluasi koleksi, kami menggunakan langkah-langkah berikut setelah menentukan tujuan dan sasaran perpustakaan:
1.      Mengembangkan seperangkat kriteria individu untuk kualitas dan nilai.
2.      Mengambil sampel acak dari koleksi dan memeriksa penggunaan perpustakaan
3.      Mengumpulkan data tentang judul yang diinginkan
4.      Mencatat judul yang diambil dari meja dan rak (penggunaan baca di tempat).
5.      Mencatat secara rinci kegiatan pinjaman antar perpustakaan (interlibrary loan).
6.      Cari tahu berapa banyak materi kuno dalam koleksi (misalnya, penelitian sains yang lebih dari lima belas tahun namun tidak dianggap sebagai ketinggalan jaman).
7.      Apabila checklist memiliki relevansi bagi perpustakaan, lakukan itu, tetapi juga lakukan penelitian tentang manfaat dari checklist ini.
8.      Kaitkan temuan dengan tujuan dan sasaran perpustakaan.
Koleksi evaluasi memakan waktu, tetapi setelah menyelesaikan kegiatan ini, staf tahu kekuatan dan kelemahan koleksi.
Penilaian Pakar
Metode ini tergantung pada keahlian seseorang untuk melakukan penilaian dan penguasaan terhadap subjek yang dinilai. Prosesnya bisa memerlukan peninjauan terhadap keseluruhan koleksi menggunakan daftar penjajaran (shelflist), bisa terbatas hanya pada satu subjek, itu yang sering terjadi, tetapi bisa juga mencakup berbagai subjek tergantung pada penguasaan pakar tersebut terhadap subjek yang akan dievaluasi.
Biasanya metode ini berfokus pada penilaian terhadap kualitas seperti kedalaman koleksi, kegunaannya terkait dengan kurikulum atau penelitian, serta kekurangan dan kekuatan koleksi. Teknik mengandalkan pada penilaian seorang pakar ini jarang digunakan tanpa dikombinasikan dengan teknik lain. Sering kali pelaku evaluasi yang menggunakan teknik ini merasa tidak cukup bila hanya melihat keadaan di rak. Maka mereka merasa perlu untuk mendapatkan kesan dari komunitas yang dilayani. Pengumpulan pandangan dari berbagai pengguna bisa dianggap mewakili pandangan komunitas. Dengan demikian pengguna didorong untuk terlibat dalam proses evaluasi koleksi.

Perbandingan Data Statistik
Perbandingan di antara institusi bermanfaat untuk data evaluasi. Namun ada keterbatasan disebabkan oleh perbedaan institusional dalam tujuan, program-program, dan populasi yang dilayani. Sebagai contoh, perpustakaan yang ada di sebuah sekolah tinggi untuk bidang ilmu tertentu, misalkan ilmu ekonomi, tentunya berbeda dengan perpustakaan yang ada di sebuah universitas yang mempunyai banyak fakultas dengan berbagai bidang ilmu. Dengan hanya menyatakan jumlah koleksi secara kuantitatif, sulit untuk dapat menyatakan kecukupan dari koleksi sebuah perpustakaan. Jumlah judul atau eksemplar saja tidak dapat dijadikan ukuran untuk melihat pertumbuhan koleksi. Tetapi dirasakan penting untuk mengembangkan pendekatan kuantitatif untuk mengevaluasi koleksi yang berguna untuk pengambilan keputusan, tetap dengan cara yang sederhana. Dengan dimanfaatkannya komputer untuk menyimpan data bibliografi bahan pustaka telah menciptakan sarana evaluasi yang sangat berguna. Di Amerika Serikat sebuah pangkalan data yang meliputi koleksi berbagai perpustakaan yang tergabung dalam sebuah jaringan bernama Washington Library Network (WLN) merupakan sarana evaluasi koleksi yang banyak digunakan.
Sebuah perpustakaan bisa membandingkan koleksi yang dimiliki dengan koleksi perpustakaan lain yang tergabung dalam jaringan WLN. Berhubung banyak perpustakaan di Amerika Serikat menggunakan standar klasifikasi Library of Congress, untuk membandingkan koleksi sebuah perpustakaan dengan data yang ada di WLN, data statistik koleksi dibandingkan berdasarkan nomor klasifikasi Library of Congress.
Dengan menggunakan pangkalan data jaringan WLN bisa diperoleh data seperti jumlah judul buku yang ada di koleksi sebuah perpustakaan untuk setiap nomor klasifikasi dibandingkan dengan koleksi perpustakaan lain, jumlah judul buku yang hanya dimiliki oleh sebuah perpustakaan untuk setiap nomor klasifikasi, dan berapa jumlah judul buku yang sarna yang ada di koleksi berbagai perpustakaan lain untuk setiap nomor klasifikasi, serta berbagai perbandingan data stastistik koleksi lainnya.
 Standar Koleksi
Tersedia berbagai standar yang diterbitkan untuk hampir setiap jenis perpustakaan. Standar itu memuat semua aspek dari perpustakaan, termasuk mengenai koleksi. Standar itu ada yang menggunakan pendekatan kuantitatif, ada pula yang menggunakan pendekatan kualitatif. Contoh dari standar adalah Standards for College Libraries, antara lain memuat informasi mengenai cara untuk menentukan tingkatan kelas sebuah perpustakaan dalam ukuran koleksi berdasarkan persentase koleksi yang dimiliki dibandingkan dengan ukuran yang ideal.
Maka apabila ukuran koleksi sebuah perpustakaan sama atau melebihi dari yang ideal, maka perpustakaan itu mendapat kelas A. Untuk perpustakaan yang ukuran koleksinya di bawah yang ideal mendapat kelas di bawah A. Sebuah contoh standar yang lain, Books for College Libraries menyatakan bahwa sebuah perpustakaan perguruan tinggi yang mempunyai program pendidikan sarjana empat tahun seharusnya mempunyai koleksi minimum 150.000 eksemplar, 20% diantaranya seharusnya terbitan berkala yang sudah dijilid dan sisanya 80% adalah judul-judul monograf.
 Metode Terpusat pada Penggunaan
 Kajian Sirkulasi
Pengkajian pola penggunaan koleksi sebagai sarana untuk mengevaluasi koleksi semakin populer. Dua asumsi dasar dalam kajian pengguna/penggunaan adalah: 1) Kecukupan koleksi buku terkait langsung dengan pemanfaatannya oleh pengguna, dan 2) Statistik sirkulasi memberikan gambaran yang layak mewakili penggunaan koleksi.
Dengan digunakannya komputer dalam melaksanakan transaksi peminjaman, maka semakin mudah untuk memantau data sirkulasi. Ada masalah dengan data sirkulasi dikaitkan dengan nilai koleksi, karena data itu tidak termasuk data koleksi yang dibaca di dalam perpustakaan. Beberapa jenis koleksi seperti referens dan jurnal biasanya tidak dipinjamkan. Jadi data sirkulasi belum mewakili keseluruhan data pemanfaatan koleksi.
Persepsi Pengguna
Survei untuk mendapatkan data persepsi pengguna tentang kecukupan koleksi baik secara kualitatif maupun kuantitatif merupakan salah satu data yang sangat berguna dalam program evaluasi koleksi.
Hanya perlu diperhatikan objektivitas dari pengguna dalam menilai kecukupan koleksi dalam memenuhi kebutuhannya. Jangan sampai ketidaktahuan pengguna dalam mencari informasi di perpustakaan mengakibatkan penilaian kurangnya koleksi untuk memenuhi kebutuhan akan informasinya.
Begitu juga dengan lemahnya sistem temu kembali bisa mengakibatkan seolah-olah koleksi perpustakaan itu tidak bisa memenuhi kebutuhan pengguna. Perlu juga diketahui latar belakang pengguna mengapa seseorang mengatakan positif atau negatif tentang koleksi. Tentunya pengguna yang sudah sering menggunakan perpustakaan akan memberikan pendapat yang lebih obyektif dibandingkan dengan pengguna yang baru atau bahkan tidak pernah menggunakan perpustakaan. Namun demikian bukan berarti bahwa pengguna atau calon pengguna yang demikian pendapatnya tidak perlu didengar.
Penentuan responden secara acak tentunya akan memasukkan semua unsur dalam populasi pengguna, termasuk pengguna potensial (belum menjadi pengguna). Perlu juga ada pertanyaan bagi pengguna potensial mengapa mereka tidak menjadi pengguna perpustakaan, apakah karena koleksinya tidak memenuhi kebutuhan mereka, ataukah karena mereka tidak mengetahui apa yang ada di koleksi perpustakaan? Dengan demikian yang menjadi masalah bukanlah koleksinya, tetapi masalah promosi perpustakaan. Semua itu harus menjadi masukan bagi evaluasi koleksi. Penentuan pertanyaan yang jeli akan menghasilkan kesimpulan yang lebih akurat, menghilangkan kemungkinan kesimpulan yang menyesatkan.
 Menggunakan Statistik Pinjam Antar Perpustakaan
Bila pengguna sebuah perpustakaan banyak menggunakan perpustakaan lain bisa jadi ada masalah dengan koleksi perpustakaan itu. Namun bisa juga ada hal lain yang menyebabkan penggunanya lebih suka menggunakan perpustakaan lain seperti pelayanannya lebih baik, keadaan perpustakaannya lebih nyaman, lebih mudah dan cepat menemukan buku di rak, dan berbagai alasan lainnya yang tidak ada hubungannya dengan kecukupan koleksi. Tetapi tetap saja ada kemungkinan bahwa sumber dari semua masalah adalah koleksi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pengguna. Pustakawan harus mencari informasi mengapa hal itu terjadi dan alasan utama terjadinya penggunaan perpustakaan lain oleh komunitasnya.
Pustakawan pengembangan koleksi juga harus secara berkala memeriksa data pinjam antar perpustakaan, bila pelayanan itu ada. Bila ada buku atau jurnal yang tidak dimiliki perpustakaan, tetapi sering diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti buku atau jurnal itu mempunyai peminat yang tinggi, sehingga sewajarnya bila buku atau jurnal itu dimiliki oleh perpustakaan. Bila buku atau jurnal itu sudah ada di koleksi, tetapi juga banyak diminta melalui pinjam antar perpustakaan, berarti diperlukan duplikat yang lebih banyak untuk buku tersebut. Untuk jurnal yang biasanya sangat mahal harga berlangganannya, perlu dipikirkan bagaimana sistem baca di tempat yang lebih memberikan kesempatan yang merata kepada pengguna.
Kajian Sitasi
Pada dasarnya, ini adalah variasi pada metode checklist, tetapi untuk bahan tingkat penelitian. Metode ini sangat berguna di perpustakaan Perguruan Tinggi. Dengan melakukan kajian sitasi, pemetaan bidang ilmu dapat dilakukan sehingga perpustakaan dapat mengetahui literatur-literatur yang berkaitan dengan bidang ilmu tersebut.
Kajian sitiran dapat memberikan cara untuk melakukan perubahan dalam kekuatan koleksi. Kajian sitiran juga dapat memperlihatkan data tentang ketersediaan literatur yang disitir dalam penelitian di perpustakaan.
Cara Penelusuran
Salah satu teknik evaluasi lainnya adalah layak disebutkan, meskipun bukan mengenai alat pengembangan koleksi. Beberapa tahun yang lalu, T. Saracevic dan lain-lain melakukan studi tentang penyebab frustrasi pengguna dalam perpustakaan akademik. Metode ini mengharuskan seorang anggota staf atau peneliti untuk melihat pengguna saat mencari bahan. Fokusnya adalah pada ketersediaan bahan perpustakaan dan alasan tidak tersedia. Dengan metode ini, satu penelitian dilakukan untuk dua jenis pencarian: pencarian untuk item tertentu, disebut penelusuran diketahui (known search) dan mencari bahan tentang suatu topik (subject search). Dalam penelusuran diketahui ada enam poin temuan, atau kesalahan:
1.      Kesalahan bibliografi. (Pengguna melakukan sitasi tidak benar, sitasi yang benar diverifikasi di beberapa sumber, dan item tersebut benar terdaftar dalam katalog).
2.       Kesalahan akuisisi. (Pengguna melakukan sitasi dengan benar, namun perpustakaan tidak memiliki judul).
3.      Kesalahan penggunaan katalog. (Pengguna melakukan sitasi dengan benar tetapi gagal untuk menemukan nomor panggil yang ada di katalog atau gagal untuk mencatat nomor dengan benar).
4.      Kesalahan sirkulasi. (Item yang diinginkan diidentifikasi, tetapi sedang disirkulasi atau dibawa orang lain).
5.      Kesalahan kegagalan perpustakaan. (Operasi atau kebijakan perpustakaan memblokir akses ke item yang diinginkan; kesalahan tersebut termasuk barang yang hilang dan tidak ada pengganti, atau item salah penjajaran, di penjilidan, atau menunggu untuk dijajarkan kembali).
6.      Kesalahan retrieval. (Pengguna memiliki nomor panggil atau lokasi yang benar tetapi tidak dapat menemukan item sebagaimana mestinya).

Untuk pencarian subjek, bukan akuisisi dan kesalahan bibliografi, yaitu:
1.      Kesalahan pencocokan pertanyaan. Ini terjadi pada awal pencarian ketika pengguna gagal menemukan kesesuaian antara judul topik pencarian dan subjek perpustakaan
2.      kesalahan menyediakan judul. Ini terjadi di akhir pencarian ketika pengguna tidak memilih salah satu item yang terdaftar di bawah tajuk subjek yang cocok atau tidak meminjam item setelah memeriksa daftar tersebut.
Jelas, teknik ini di luar penilaian koleksi (collection assesment), tetapi memiliki implikasi pengembangan koleksi yang jelas dalam hal judul khusus yang diperlukan, kelemahan wilayah subjek, dan masalah berapa banyak salinan dari judul untuk dimiliki.
Setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Seringkali yang terbaik adalah menggunakan beberapa metode yang saling dapat menutupi kelemahannya














Senin, 02 April 2012

Perpisahan Yang Tak Pernah Ku Inginkan

 
Perpisahan Yang Tak Pernah Ku Inginkan


Waktu ini terus berjalan
Meski tak kau sadari
betapa indahnya masa-masa kita berdua
yang pernah kita laluhi

Terima kasih kuucapkan padamu
kau telah ikut serta dalam warna hidupku
Walau akhirnya harus aku yang mengalah kepadanya
Tapi aku takkan pernah menyesal mencintaimu

Perpisahan ini bukanlah sebuah akhir
Namun, ini merupakan sebuah awal
Awal untuk melepasmu
Awal untuk merelakanmu
Dan awal untuk mengenangmu

Aku tak pernah menyesal bertemu denganmu
tapi mengapa perpisahaan ini yg kusesali
Andaikan aku diberi cinta mu lagi
Aku pasti tak sesayang yg seperti  dahulu



Manusia Perilaku Informasi


Manusia Perilaku Informasi

Abstrak
Tulisan ini memberikan sejarah dan ikhtisar bidang perilaku informasi manusia, termasuk kemajuan terbaru di bidang dan multidisiplin perspektif.

Kata kunci: informasi perilaku manusia, seeking informasi, penelitian, penelitian pengguna.
A.    Asal Usul Informasi Manusia
Asal-usul informasi manusia perilaku pencarian ditemukan dalam pekerjaan pada pengguna perpustakaan dan studi pembaca pada umumnya. Peningkatan pasca perang dalam jumlah literatur ilmiah yang baik baru diterbitkan atau baru saja dibebaskan dari masa perang pembatasan dipimpin, pada tahun 1948, pada Konferensi Masyarakat Informasi Ilmiah Kerajaan (1948), yang menandai awal studi modern manusia informasi perilaku mencari.
Sebagai contoh, Survei Library (McDiarmid, 1940) disebut berbagai survei dating kembali ke 1916 (Ayres & McKinnie, 1916) dan dengan serentetan studi pada tahun 1920 dan 1930-an. Studi-studi ini adalah tentang penggunaan perpustakaan dan, secara umum, mereka khawatir kurang dengan kebutuhan yang menyebabkan orang untuk perpustakaan sebagai sumber informasi dan banyak lagi dengan isu-isu seperti kelas sosial make-up dari pelanggan.
 Konferensi Royal Society adalah awal yang sebenarnya menjadi perhatian dengan memahami bagaimana orang menggunakan informasi dalam hubungannya dengan pekerjaan mereka dan, khususnya, bagaimana mereka menggunakannya dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Arti penting dari tahun 1948 sebagai tanggal mulai jelas, misalnya, dalam sebuah studi yang dipimpin oleh Menzel di Universitas Columbia (Menzel, et al., 1960)
"... Suatu pengetahuan tentang persyaratan dari pengguna yang berbeda dari informasi ilmiah dan penggunaan yang mereka ingin menempatkan informasi mereka aman harus menjadi faktor penentu utama dalam perancangan metode penyimpanan dan pengambilan informasi ilmiah."
saya akan menggambarkannya sebagai studi sistem yang meliputi penggunaan sumber, terutama abstrak, paten, review, makalah jurnal, penggunaan perpustakaan, dan penggunaan abstrak jurnal. Bunga lebih tunggang adalah dalam mencoba untuk menentukan bagaimana sumber informasi dapat dibuat lebih berguna untuk ilmuwan, dan bagaimana para ilmuwan dapat dibujuk untuk membuat lebih baik menggunakan sumber tersebut.


B.     Studi 'Kebutuhan' Informasi dan Perilaku Informasi
studi ini berdiri sebagai tanda untuk skala besar investigasi semacam ini. Studi ini membahas isu-isu berikut:
1.      Apa kebutuhan informasi dari masyarakat perkotaan?
2.      Bagaimana informasi ini kebutuhan saat ini puas?
3.      Bisa bentuk kelembagaan harus dirancang untuk lebih memenuhi kebutuhan ini (yaitu, lebih efektif dan ekonomis dari sudut pandang publik)?
Dervin menghubungkan penduduk perkotaan dengan kebutuhan informasi, solusi informasi terhadap masalah, dan sumber informasi, dan mengidentifikasi, psikologis intelektual, hambatan kelembagaan, dan sosial untuk kepuasan kebutuhan.
Wilson (Wilson, 1981) menyarankan bahwa "kebutuhan informasi" bukan kebutuhan dasar seperti kebutuhan akan tempat hunian atau kebutuhan untuk rezeki , tapi, bukan kebutuhan untuk sekunder yang muncul dari keinginan untuk memenuhi kebutuhan primer.
Dua puluh tahun sebelumnya, Mote berusaha untuk mengkarakterisasi pengguna dalam upaya untuk memahami perbedaan mereka dalam penggunaan informasi (Mote, 1962). Dia mengidentifikasi tiga kelompok ilmuwan di Shell Research Ltd sesuai dengan karakter dari disiplin di mana mereka bekerja:
1)      Mereka yang bekerja di bidang dengan yang berkembang dengan baik prinsip-prinsip dasar, sastra terorganisasi dengan baik, dan didefinisikan dengan baik "lebar" dari subjek (misalnya, kimia organik);
2)       Berkaitan dengan suatu subyek yang lebih luas dengan kurang informasi wellorganized (misalnya, seorang ahli kimia organik yang kini peduli dengan baik fisika dan kimia dari pelumas) Mereka, dan
3)      Sebuah "bentuk berlebihan" dari (2), seorang ilmuwan yang mencakup mata pelajaran lebih, dengan masalah yang melibatkan variasi yang lebih besar, dan hampir tidak ada organisasi literatur.
Mote menyimpulkan bahwa perpustakaan dan layanan informasi dapat direncanakan sesuai - swalayan perpustakaan untuk kategori (1) orang cenderung pengguna independen yang efektif dari mesin pencari Internet dan sistem pencarian online, sementara kategori (2) dan (3) cenderung terus memerlukan jasa seorang perantara terampil.




C.    Fokus pada Person
Meskipun pekerjaan Mote di Shell penelitian adalah sebuah contoh awal dari pekerjaan yang difokuskan pada pengguna informasi, daripada sistem informasi, pekerjaan yang paling awal sampai pertengahan 1970-an prihatin dengan penggunaan sistem daripada perilaku pengguna.
Pengalaman Wilson dari pencarian informasi dalam konteks ini sangat praktis membuatnya mengembangkan model seek informasi dipicu oleh kebutuhan individu fisiologis, kognitif dan efektif (Wilson, 1981). Dia melanjutkan untuk dicatat bahwa konteks salah satu dari kebutuhan tersebut mungkin orang dirinya sendiri, atau tuntutan peran kerja seseorang atau kehidupan, atau lingkungan (politik, ekonomi, teknologi, dll) di mana yang hidup atau bekerja terjadi. Dia kemudian menunjukkan bahwa hambatan yang menghalangi pencarian informasi akan muncul dari set yang sama konteks.
Dervin mengembangkan pendekatan akal keputusan, yang diimplementasikan dalam hal empat elemen konstituen - sebuah situasi dalam ruang dan waktu, yang mendefinisikan konteks di mana timbul masalah informasi, celah, yang mengidentifikasi perbedaan antara situasi kontekstual dan situasi yang diinginkan (misalnya ketidakpastian); hasil, yaitu, konsekuensi dari proses akal-keputusan, dan sebuah jembatan, yaitu, beberapa cara menutup kesenjangan antara situasi dan hasil (Dervin, 1983).
Elemen-elemen ini disajikan dalam bentuk segitiga: situasi, kesenjangan / jembatan, dan hasil. Dervin mendefinisikan pendekatannya bukan hanya sebagai model atau metode tetapi sebagai "... seperangkat asumsi, perspektif teori, pendekatan metodologis, seperangkat metode penelitian, dan praktek.". Ia menemukan bahwa set-nya karakteristik diterapkan, dengan beberapa ekspansi sedikit dalam studi terakhir, untuk semua disiplin ilmu. (. Ellis, 1987; Ellis, Cox et al, 1993; Ellis & Haugan, 1997) Karakteristiknya adalah:
Mulai: berarti digunakan oleh pengguna untuk mulai mencari informasi, misalnya, meminta beberapa rekan berpengetahuan; Chaining: catatan kaki dan kutipan berikut dalam bahan yang dikenal atau "maju" chaining dari item yang diketahui melalui indeks kutipan;
Browsing: "pencarian semi-directed atau semi-terstruktur;"
Membedakan: menggunakan perbedaan dikenal dalam sumber-sumber informasi sebagai cara penyaringan jumlah informasi yang diperoleh;
Pemantauan: tetap up-to-date atau kesadaran arus mencari;
Mengekstrak: selektif mengidentifikasi materi yang relevan dalam sumber informasi;
Memverifikasi: memeriksa keakuratan informasi;
Ending: yang dapat didefinisikan sebagai "mengikat berakhir longgar" melalui pencarian terakhir.
Kuhlthau (1994) berkembang model proses tahap perilaku pencarian informasi berdasarkan, awalnya, pada studi dari siswa SMA. Tahapan model ini adalah Inisiasi, Seleksi, Eksplorasi, Formulasi, Pengumpulan dan Penyajian dan setiap tahap dikatakan terkait dengan perasaan tertentu dan dengan kegiatan tertentu.
D.    Perspektif Multidisiplin
Ilmu informasi hanya peduli dengan pengguna dan penggunaan informasi. Perhatian telah dibuat sebelumnya tentang peran fase kebutuhan pengguna dalam desain sistem berbasis komputer, tetapi disiplin lainnya juga memiliki kepentingan dari perspektif yang berbeda. Misalnya, psikologis studi tentang kepribadian telah berurusan dengan pengolahan informasi dan kognisi.
Sebagai contoh, sebuah "kebutuhan kognisi" tes telah dirancang oleh Cacioppo, Petty & Kao (1984) untuk mengukur suatu sifat umum yang berkaitan dengan motivasi individu untuk terlibat dalam tindakan kognitif. Verplanken et al, (1992). Telah menggunakan versi Belanda instrumen ini untuk mengeksplorasi hubungan antara kebutuhan akan kognisi
(NC) dan jumlah usaha yang dikeluarkan pada pencarian informasi eksternal. Mereka berkomentar:
"Lebih khusus lagi, kita hipotesis bahwa tinggi NC individu mengeluarkan usaha lebih dan mencari informasi lebih dari individu NC rendah."
Mengingat definisi "kebutuhan kognisi", saya pikir itu akan mengherankan jika tidak ada hubungan istimewa semacam itu telah ditemukan, tetapi hipotesis itu dikonfirmasi dalam tes laboratorium (tes terkait erat dengan pemasaran dalam yang bersangkutan informasi yang berkaitan dengan produk ).
Dalam teori organisasi, O'Reilly (1983), seorang peneliti terkemuka dalam komunikasi organisasi, menetapkan "variabel kontekstual dan individu mempengaruhi penggunaan informasi oleh pembuat keputusan organisasi." Ini termasuk variabel seperti: jaringan komunikasi, peran, ketersediaan informasi (kuantitas, kualitas, saliency, isi, bentuk dan kredibilitas), dan variabel individu pengolahan informasi (kumpulan persepsi, kriteria yang digunakan, dan gaya pemrosesan).
Akhirnya, penelitian perawatan kesehatan mengeksplorasi kemanjuran saluran komunikasi dengan kedua orang sehat dan mereka yang mengalami penyakit tertentu - perhatian khusus telah diberikan kepada orang yang menderita penyakit yang mengancam jiwa dan model canggih berdasarkan kecenderungan bawaan untuk mengeksplorasi informasi atau menolaknya memiliki telah berevolusi. Seperti ditetapkan oleh Krohne (1993) ini adalah: perhatian atau orientasi terhadap ancaman (yang disebut kewaspadaan, kepekaan, dan pemantauan oleh Miller & Mangan (1983) dan penghindaran, atau mengalihkan perhatian dari ancaman (yang disebut represi atau menumpulkan oleh Miller dan Mangan) Dengan demikian,. perhatian dan menghindari yang sifat psikologis individu yang mempengaruhi orang untuk mencari informasi lebih dalam situasi penuh tekanan, atau menghindari akuisisi terhadap informasi.
E.     Kesimpulan: Model Baru
Tampaknya studi perilaku informasi manusia sekarang menjadi daerah yang jelas dari penelitian dalam ilmu informasi, dan penelitian mulai menunjukkan manfaat dari akumulasi pengetahuan. Makalah-makalah yang disampaikan pada Informasi Kedua Mencari di Konferensi Konteks di 1998 (1998) menunjukkan tingkat yang luar biasa dari kohesi dalam lintas-kutipan dan dalam model dan metode yang digunakan untuk mengeksplorasi perilaku.
Topik baru muncul, seperti informasi kolaboratif mencari, peran informasi perilaku mencari dalam tim, dan informasi-seeking dan World Wide Web. Kisaran konteks di mana perilaku informasi sekarang dipelajari menunjukkan bahwa lapangan telah berkembang jauh melampaui kepedulian terhadap sastra dan kebutuhan layanan informasi dari para ilmuwan. Ada juga bergerak, dalam konferensi ke arah hubungan yang lebih erat antara penelitian mencari informasi dan penelitian pencarian informasi, seperti dijelaskan di atas, yang, sampai saat ini, cenderung dilakukan sebagai kegiatan yang terpisah, dengan penelitian mencari informasi yang terkait erat dengan pencarian informasi.
Akhirnya, beberapa derajat integrasi dari model yang berbeda yang sekarang sedang terjadi. Wilson (Wilson, 1999) telah mengusulkan model problemsolving sebagai cara mengintegrasikan penelitian di lapangan dan juga telah mengusulkan sebuah model global lapangan (Wilson, 1997). Yang pertama memandang mencari informasi, mencari dan digunakan sebagai terkait dengan berbagai tahap proses pemecahan masalah goaldirected, tahap menjadi: pernyataan masalah pengakuan, definisi masalah, penyelesaian masalah, dan (jika diperlukan) solusi. Dia menyarankan bahwa tahap kedua Kuhlthau dan karakteristik Ellis dapat dikaitkan dengan model ini. Model global (Gambar 1) lapangan adalah, mungkin, senilai menampilkan sini karena membawa bersama beberapa ide yang telah disajikan dalam makalah ini.



DAFRTAR PUSTAKA
http;//restyjf.blog.ugm.ac.id/